December 28, 2009

Pendekatan Evaluasi Kebijakan

Posted in Uncategorized at 2:18 pm by uuse

Menurut Stufflebeam dan Webster (1994), Dunn (1999) dalam Mutrofin (2005:107) mengklasifikasikan pendekatan dan orentasi riset evaluasi menjadi tiga kelompok. Menurut Dunn, pembedaan beberapa pendekatan dalam evaluasi kebijakan menjadi sangat penting dilakukan mengingatkan kurang jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan. Pendekatan tersebut anatara lain :

  1. Evaluasi Semu (Peseudo Evaluation)

Pendekatan yang mengunakan meode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa untuk berusaha menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasi tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsinya bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti dengan sendirinya (Self evident) atau tidak kontroversial. Dalam evaluasi ini secara khusus menerapkan bermacam-macam  metode (desain eksperimental-semu, kuesioner, random sampling, teknik setatistik) untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan yang ada (misalnya: jumlah lulusan pelatihan yang dipekerjakan, Unit-unit pelayanan medis yang diberikan, keuntungan bersih yang dihasilkan) diterima begitu saja sebagai tujuan yang tepat.

  1. Evaluasi Formal (Formal Evaluation)

Pendekatan yang mengunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsinya bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfat atau nilai kebijakan program. Dalam evaluasi formal mengunakan berbagai macam metode yang seperti dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya identik untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai variasi-variasi hasi kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan dan proses kebijakan. Evaluasi formal mengunakan Undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasi, mendefinisikan dan menspesialisasikan tujuan dan target kebijakan. Kelayakan atau ketepatan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal tersebut tidak ditanyakan. Dalam evaluasi formal tipe-tipe kriteria evaluatif yang paling sering digunakan adalah efektifitas dan efisiensi.

Salah satu tipe evaluasi formal adalah evaluasi sumatif yang meliputi usaha yang memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Sedangkan evaluasi formatif meliputi usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau, pencapaian tujuan-tujuan dan target formal.

  1. Evaluasi Keputusan Teoritis (Decision Theoretic Evaluation)

Pendekatan yang mengunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertangung jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsinya evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik dari yang tersembunyi atau dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai, karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan (sebagai contoh: staf tingkat menengah dan bawahan, pegawai pada badan-badan lainya, kelompok klien) dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target dimana kinerja nantinya akan diukur.

Daftar Pustaka

Mutrofin. 2005. Pengantar Metode Riset Evaluasi (Kebijakan, Program dan Proyek). Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Pembagian Barang dan Jasa

Posted in Uncategorized at 2:18 pm by uuse

Pembagian barang dan jasa menurut Savas yang didasarkan pada dua karakteristik yaitu:

  1. Ekslusi

Berarti mencegah seseorang dari kemungkinan ikut menikmati suatu barang tertentu, barang dan jasa dapat dikatakan mempunyai karakteristik ekslusi jika pengguna potensialnya dapat ditolak ikut menggunakan kecuali mereka dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan pemasok potensialnya. Dengan kata lain barang dapat berpindah tangan hanya jika pembeli atau penjual menyepakati persyaratannya.

  1. Konsumsi

Barang dapat digunakan dikonsumsi bersama oleh banyak orang yang tanpa mengurangi kualitas dan kuantitasnya, sementara barang lain hanya tersedia untuk konsumsi individual, artinya barang yang kita gunakan seeorang tidak dapat dikonsumsi orang lain pada saat yang sama.

Dari karakteristik  barang dan jasa di atas, ada 4 kelompok barang dan jasa yaitu sebagai berikut:

  1. a. Privat Goods

Barang dan jasa ini umumnya dikonsumsi secara individual dan tidak dapat diperoleh si pemakai tanpa persetujuan pemasoknya. Bentuk persetujuan ini biasanya dilakukan dengan menetapkan harga tertentu. Misalnya : Taksi, Hotel.

  1. b. Common pool Goods

Barang dan jasa ini umumnya dikonsumsi secara individual namun sulit untuk dicegah siapapun yang ingin memperolehnya meskipun mereka tidak mau membayar. Misal : sinar matahari, udara, ikan.

  1. c. Tool Goods

Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama-sama, namun si pengguna harus membayar dan mereka yang tidak dapat/ mau membayar dapat dengan mudah dicegah dari kemungkinan menikmati barang tersebut. Semakin sulit atau mahal mencegah seseorang konsumen potensial dari pemanfaatan tool goods semakin serupa barang tersebut dengan ciri barang publik. Misal : Jalan tol, bioskop, telepon.

  1. d. Public goods

Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama-sama dan tidak mungkin mencegah siapapun untuk menggunakannya, sehingga pengguna pada umumnya tidak akan bersedia membayar berapapun tanpa dipaksa untuk memperoleh barang ini. Misalnya : Jalan raya, keamanan.

Konsep Pelayanan Umum

Posted in Uncategorized at 2:17 pm by uuse

Moenir (2002:186) yang mengatakan bahwa manajemen pelayanan umum adalah

“Manajemen proses yang kegiatannya diarahkan secara khusus pada terselenggaranya pelayanan guna memenuhi kepentingan umum/kepentingan perorangan, melalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang dilayani”.

Masih menurut Moenir (2002:12) Timbulnya pelayanan dari orang lain kepada seseorang yang orang lain itu tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang dilakukannya, merupakan suatu hal yang perlu dikaji sendiri dari segi kemanusiaan. Pelayanan itu timbul karena ada faktor penyebab yang bersifat ideal mendasar dan bersifat material. Faktor yang bersifat ideal mendasar ada 3 jenis yaitu:

  1. adanya rasa cinta dan kasih sayang;
  2. adanya keyakinan untuk saling tolong-menolong sesamanya;
  3. adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain dalah salah satu bentuk amal saleh.

Pelayanan terhadap masyarakat disebut juga sebagai pelayanan publik atau juga pelayanan umum dimana pengertian pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan menurut Moenir (2002:12) pengertian pelayanan umum adalah “Setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan guna memenuhi kepentingan orang banyak”.

Pelayanan tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung pelayanan umum yang penting peranannya. Menurut Moenir (2002:88) ada enam faktor yang dapat mendukung pelayanan umum, yaitu:

  1. Faktor kesadaran, yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum
  2. Faktor aturan, yaitu aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan
  3. Faktor organisasi, yaitu organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan
  4. Faktor pendapatan, yaitu pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum
  5. Faktor keterampilan petugas
  6. Faktor sarana dalam peaksanaan tugas pelayanan.

Dari keenam faktor itu masing-masing mempunyai peranan yang berbeda tetapi saling berpengaruh satu sama lainnya dan secara bersama-sama pula akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara baik, berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk gerakan/tindakan dengan atau tanpa peralatan.

Daftar Pustaka

Moenir,H.A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Previous page · Next page